top of page

Sindroma DiGeorge

 

Sindroma di George merupakan kelainan genetik yang biasanya dapat terlihat sejak bayi pasca lahir. 

Biasanya anak yang memiliki sindroma ini memiliki kelainan jantung, kesulitan dalam belajar, memiliki sumbing. 

 

Pada dasarnya, sindroma ini terjadi akibat adanya bagian yang hilang dari kromosom normal (mutasi) yang dikenal dengan sebutan delesi 22q11. Biasanya sindroma ini mengenai 1 dari 4.000 lahiran. 

 

Sindroma diGeorge sendiri merupakan salah satu bentuk paling serius dari delesi 22q11. Biasanya tampilan akibat kelainan ini bermacam-macam dan terkadang mereka dapat tumbuh normal. 

 

 

Apakah arti delesi 22q11?

Kromosom berbentuk X yang membawa materi genetik dan memberikan karakter tiap individu. Pada umumnya, manusia memiliki 23 pasang kromosom. 

Tiap kromosom memiliki lengan panjang (disebut q) dan lengan pendek (disebut p). Pada delesi 22q11, bagian kecil dari lengan panjang di kromosom 22 menghilang. 

22q11 berperan dalam berbagai  macam sindroma dan kondisi. Di George merupakan bentuk yang paling berat. 

 

 

Bagaimana mutasi dapat terjadi?

Pada umumnya, bagian kromosom yang hilang sebenarnya telah hilang dari sejak sel telur atau sperma. 

Biasanya tidak ada riwayat keluarga. 

 

 

Apakah gejala dari diGeorge syndrome?

Sindroma ini berpotensi menimbulkan masalah pada berbagai area tubuh. Derajat beratnya gejala dapat berbeda antar individu. 

 

- Masalah Jantung

Kebanyakan anak dengan sindroma ini dapat memiliki kelainan jantung khususnya yaitu lubang di sekat jantung atau masalah pada pembuh darah besar (aorta). 

Beberapa anak bisa mendapatkan kelainan yang disebut tetralogy of fallot. Kelainan jantung ini terkadang dapat terdeteksi selama kehamilan.

 

- Kesulitan dalam belajar 

Biasanya anak dengan diGeorge syndrome akan lambat bicara dan sulit berkonsentrasi sehingga akan kesulitan dalam berhitung dan memecahkan masalah. 

 

- Kesulitan dalam makan, mendengar. 

Beberapa anak dengan sindroma ini akan memiliki sumbing dan banyak masalah di sekitar otot mulut. 

 

- Infeksi

Anak dengan sindroma diGeorge umumnya memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah akibat masalah pada kelenjar timus (kelenjar di dada yang menghasilkan sel yang dibutuhkan untuk pertahanan tubuh). Hanya saja, sistem kekebalan tubuh akan membaik seiring dengan bertambahnya usia dan adanya vaksinasi rutin yang diberikan selama masa perkembangan. 

 

- Masalah perkembangan

Banyak anak dengan keadaan ini memiliki kelenjar paratiroid yang tidak aktif. Kelenjar ini membantu untuk memproduksi hormon paratioir yang mengatur jumlah kalsium, fosfor dan vitamin D di tulang dan darah. 

Pada kelenjar yang tidak aktif akan menyebabkan rendahnya kadar kalsium dalam darah yang nantinya akan timbulkan tremor dan kejang. 

 

- Masalah kesehatan mental dan emosional

Pada umumnya, anak dengan keadaan ini akan sulit bersosialisasi dan cenderung menghindari kontak mata. 

Mereka biasanya memiliki mood yang berubah-ubah, bisa dari diam sampai dengan hiperaktif. 

Kaum remaja dan dewasa dengan keadaan ini akan cenderung mendapatkan depresi dan keadaan psikis lain (skizofrenia). 

 

  • Masalah pada otot dan tulang

Biasanya gejala yang muncu meliputi berkurangnya tonus otot (lemas), kelainan pada bentunk tulang belakang, nyeri berulang pada kaki. otot yang lemas (konstipasi, muncul hernia), persedian yang fleksibel berlebih. 

 

  • Masalah pada ginjal

Terkadang anak dengan sindroma ini memiliki 1 ginjal saja atau ginjal yang satu berukuran lebih besar. Biasanya keadaan ini tidak menyebabkan masalah dan tidak dibutuhkan penanganan. 

 

 

Penampilan

Beberapa anak dengan sindroma diGeorge akan memiliki penampilan khas:

  • Muka panjang, kecil

  • Bentuk mata yang lebat

  • Mulut kecil 

  • Telinga yang posisinya lebih rendah daripada seharusnya, kecil

  • Sumbing

  • Bentuk tulang tengkorak yang iregular

 

 

Bagaimana sindroma diGeorge terdeteksi?

Potongan yang hilang dari kromosom yang sebabkan sindroma diGeorge sangatlah kecil sehinga tidak dapat terlihat dengan mikroskop. Pemeriksaan khusus disebut FISH (fluorescence in situ hybridisation) diperlukan untuk mendiagnosis kondisi ini.

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah kromosom 22 lengkap. 

Pemeriksaan FISH  data dilakukan untuk mendiagnosa janin yang belum lahir dengan menggunakan sampel sel dari plasenta (CVS) atau sampel dari air ketuban (amniosentesis). 

Yang perlu diingat, pemeriksaan ini tidak mendiagnosa semua kasus sindroma diGeorge. Pada beberapa kasus, perlu dilakukan pemeriksaan DNA lebih lanjut. 

 

Bagaimana risiko memiliki anak dengan kondisi serupa pada kehamilan berikut?

Pasangan yang memiliki sindroma diGeorge memiliki kemungkinan 50% untuk menurunkannya pada anak mereka. 

Bila tidak ada dari kedua orang tuanya yang memiliki kondisi ini, maka risiko pada kehamilan berikutnya 1%. 

 

 

Kapan waktu paling awal untuk memeriksa janin?

Pada kehamilan 10-14 minggu dengan melakukan pemeriksan CVS. Dapat juga dengan melakukan amniosentesis pada usia 15-16 minggu. 

 

 

Bagaimana efek jangka panjangnya?

Saat ini banyak anak dengan sindroma diGeorge akan selamat sampai dengan dewasa. Kurang dari 5% akan meninggal sebelum usia 1 tahun. 

Meskipun permasalahan jantung akan membaik setelah pembedahan, masalah jantung tetap akan jadi penyebab utama kematian pada setahun pertama. Kebanyakan pembedahan saat usia bayi akan berjalan lancar.   

Kejadian infeksi akan menurun seiring waktu. 

 

 

Referensi:

  1. 22Q11.2 Microdeletion Syndrome (Velo-Cardial-Facial Syndrome, DiGeorge Syndrome, Shrpintzen Syndrome); Smith's Recognizable Patterns of Human Malformation

  2. Kobrynski LJ, Sullivan KE; Velocardiofacial syndrome, DiGeorge syndrome: the chromosome 22q11.2 deletion syndromes. Lancet. 2007 Oct 20;370(9596):1443-52.

  3. Shprintzen RJ; Velo-cardio-facial syndrome: 30 Years of study. Dev Disabil Res Rev. 2008;14(1):3-10.

  4. DiGeorge Syndrome, DGS; Online Mendelian Inheritance in Man (OMIM)

  5. Miller DT, Adam MP, Aradhya S, et al; Consensus statement: chromosomal microarray is a first-tier clinical diagnostic test for individuals with developmental disabilities or congenital anomalies. Am J Hum Genet. 2010 May 14;86(5):749-64. doi: 10.1016/j.ajhg.2010.04.006.

  6. McDonald-McGinn DM, Sullivan KE; Chromosome 22q11.2 deletion syndrome (DiGeorge syndrome/velocardiofacial syndrome). Medicine (Baltimore). 2011 Jan;90(1):1-18. doi: 10.1097/MD.0b013e3182060469.

  7. Oskarsdottir S, Vujic M, Fasth A; Incidence and prevalence of the 22q11 deletion syndrome: a population-based study in Western Sweden. Arch Dis Child. 2004 Feb;89(2):148-51.

  8. Cancrini C, Puliafito P, Digilio MC, et al; Clinical features and follow-up in patients with 22q11.2 deletion syndrome. J Pediatr. 2014 Jun;164(6):1475-80.e2. doi: 10.1016/j.jpeds.2014.01.056. Epub 2014 Mar 20.

  9. Johnson JM, Moonis G, Green GE, et al; Syndromes of the first and second branchial arches, part 2: syndromes. AJNR Am J Neuroradiol. 2011 Feb;32(2):230-7. Epub 2010 Apr 1.

  10. Habel A et al; Towards a safety net for management of 22q11.2 deletion syndrome: guidelines for our times, European Journal of Pediatrics, June 2014, Volume 173, Issue 6, pp 757-765

  11. Jyonouchi S, McDonald-McGinn DM, Bale S, et al; CHARGE (coloboma, heart defect, atresia choanae, retarded growth and development, genital hypoplasia, ear anomalies/deafness) syndrome; Pediatrics. 2009 May;123(5):e871-7.

  12. Carotti A, Digilio MC, Piacentini G, et al; Cardiac defects and results of cardiac surgery in 22q11.2 deletion syndrome. Dev Disabil Res Rev. 2008;14(1):35-42.

  13. Markert ML, Devlin BH, McCarthy EA; Thymus transplantation. Clin Immunol. 2010 May;135(2):236-46. Epub 2010 Mar 16.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

© 2016 by Janin Sehat. Proudly collaborated with fetalmedicineindonesia.org

Follow Us
  • Facebook Black Round
  • Instagram Black Round
bottom of page